"Rasakan Perasaanmu”: Strategi untuk Anak Hadapi Situasi Akibat Pandemi

UNICEF membantu remaja hadapi situasi baru yang diakibatkan pandemi COVID-19 di Indonesia.

UNICEF
Screenshot of the session
UNICEF/2020
29 Mei 2020

Hari itu tampak seperti hari-hari biasanya sejak pandemi COVID-19 dimulai. Namun, sebetulnya, ada sesuatu yang berbeda. Seakan dikomando oleh dering bel sekolah, sekitar 1.300 anak dan remaja dari berbagai daerah di Indonesia serempak bergabung dengan sesi diskusi live di Facebook. Sesi ini membawa tema: menghadapi situasi baru akibat pandemi COVID-19.

Secara umum, perasaan yang paling menonjol di antara peserta adalah was-was, bingung, dan takut.

"Saya takut ketularan COVID-19,” kata Ani.

"Saya belakangan kurang semangat,” ujar Budi.

"Banyak teman-teman saya yang stres, gimana caranya membantu mereka?” tanya Nur.

Ungkapan perasaan di atas sudah tak asing lagi. Pandemi menyebabkan seluruh masyarakat dari berbagai lapisan merasakan hal yang sama: stagnansi, kekosongan, menurunnya semangat, dan hilangnya tujuan hidup. Semua ini masih ditambah pula dengan rasa duka dan takut, khususnya bagi mereka yang secara langsung menyaksikan sakit dan kepergian orang-orang tercinta.

Bagi anak dan remaja, pandemi menyebabkan sekolah ditutup, kehidupan sosial terhenti, dan mobilitas mereka dibatasi oleh dinding-dinding rumah. Rutinitas dan jadwal keseharian yang telah dibangun, runtuh dalam seketika. Stres yang dirasakan orang tua karena harus mengasuh anak 24 jam tanpa henti sekaligus menghadapi tantangan lain—masalah ekonomi, kehilangan pekerjaan, kualitas hidup yang menurun—turut dirasakan oleh anak, dan sebaliknya.

Skala perubahan pada saat ini, serta sifatnya yang begitu tiba-tiba, jauh melampaui kemampuan anak untuk memahami apa yang terjadi. Terlebih, menghadapinya.

“Banyak remaja harus berjuang melawan kesepian dan kecemasan,” kata Tanti Kostaman, UNICEF Child Protection Officer. “Mereka perlu tahu, perasaan negatif itu wajar dan ada cara untuk mengatasinya.”

 

Memahami realitas baru melalui sesi daring yang didukung UNICEF

Sesi Facebok di atas adalah bagian dari seri diskusi daring yang didukung oleh UNICEF dalam rangka membantu remaja menghadapi dunia baru yang penuh ketidakpastian ini. Sebagai program kerja sama antara UNICEF, Riliv (start-up sosial di bidang kesehatan mental), dan Muhammadiyah, program ini berfokus membantu remaja mengenali dan mengatasi gejala tekanan mental serta meminta bantuan jika membutuhkan.

Program tersebut pun tidak hanya mengadakan diskusi. Ada pula sesi meditasi, yang terbukti sangat disukai peserta, dan sesi tanya dan jawab terbatas.

Di dalam sesi terbatas, hadir sekitar 50 remaja. Inilah wadah bagi mereka untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya di tengah kelompok yang lebih kecil. Beberapa topik yang dibahas di dalam kesempatan di atas adalah cara menghadapi rasa takut saat berada di luar rumah, tips jika kecemasan terhadap pandemi memuncak, dan topik lain yang lebih sensitif: mulai dari menghindari melukai diri sendiri, menghadapi diskriminasi etnis, gender, dan seksual; dan kesehatan mental di komunitas.

Screenshot of the session 2
UNICEF/2020
Sekitar 1.300 remaja dan anak muda mengikuti sesi pertemuan virtual pertama di Facebook. Dalam sesi itu, mereka belajar cara mengenali gejala dan cara praktis menjaga kesehatan jiwa serta pihak-pihak yang dihubungi jika mereka membutuhkan bantuan.

“Saya ikut meditasi 10 menit dan setelah itu rasanya lebih tenang.”

Tika, salah satu peserta.

Merawat diri, jiwa dan raga: “Rasakan perasaanmu”

Menurut Ratna Yunita, psikolog dan koordinator dukungan psikososial di Muhammadiyah, di masa normal sekalipun remaja menerima terlalu banyak informasi dan hal-hal yang kompleks. Menurutnya, untuk menjaga kondisi pikiran, remaja perlu menyaring dan membatasi waktu menyimak berita.

Peserta sesi juga dibantu mengenyahkan emosi negatif yang dapat menguras energi mereka sekaligus berdampak terhadap orang lain.

"Kuncinya adalah “merasakan” apa yang kita rasakan dan meminta bantuan jika membutuhkan.”

Ratna Yunita, konselor psikososial Muhammadiyah.

Setelah sesi Facebook selesai, terdapat dua orang remaja yang menghubungi Ratna untuk bicara tentang dorongan melukai diri sendiri. “Baik sekali bahwa mereka mau menghubungi saya dan cukup terbuka tentang perasaannya,” kata Ratna. “Dengan begitu, orang lain dapat terdorong untuk mencari bantuan juga.”

Ratna Yunita
UNICEF/2020
Ratna Yunita, psikolog dan koordinator dukungan psikososial Muhammadiyah, mengingatkan peserta agar berhati-hati dalam menyebarkan informasi keliru dan membatasi waktu yang dihabiskan untuk menyimak berita.

Memberikan remaja kesempatan bersuara saat dan setelah pandemi

Pandemi masih berlangsung tanpa ada tanda-tanda mereda. Risiko seseorang mengalami tekanan emosional pun tinggi. Hal ini dapat dialami oleh banyak remaja yang tidak siap menghadapi fase selanjutnya setelah mengalami terkejut dan ketakutan pada bulan-bulan awal pandemi. Bisa jadi, semangat dan daya konsentrasi mereka menurun seiring dengan munculnya suasana jenuh di rumah dan sekolah ‘mengecil’ seukuran layar, sementara dunia seakan mengerut dan diwarnai protokol kesehatan.

Sebagai langkah antisipasi, UNICEF akan menggunakan informasi yang didapatkan dalam sesi live tadi untuk membuat sesi-sesi berikutnya, termasuk memperluas #COVID19Diaries—platform bagi remaja untuk berbagi cerita tentang kehidupan mereka selama pandemi dan tindakan mereka untuk mengatasinya melalui foto, video 1 menit, gambar, atau artikel blog.

 

"Sambil bergerak menuju ‘New Normal’, kita juga harus meningkatkan upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi remaja. Hal ini tidak bisa kita abaikan.”

Yukari Tsunokake, UNICEF Youth Engagement Officer.

Ingin membantu meringankan beban mental remaja Indonesia?

Berkat sumbangan dari para dermawan di Indonesia, UNICEF dapat bekerja sama dengan konselor, psikolog, dan pekerja profesional lainnya di bidang kesejahteraan dan kesehatan mental di Indonesia untuk membantu remaja menghadapi trauma serta ketidakpastian akibat pandemi.

Namun demikian, masih banyak yang harus dilakukan dan sesi diskusi daring perlu diperbanyak serta dipromosikan agar dapat menjangkau remaja di seluruh Indonesia. Untuk itu, kami memerlukan dukungan Anda.

Jika Anda ingin membantu meringankan beban mental para remaja Indonesia selama dan setelah pandemi COVID-19, Anda dapat berdonasi ke UNICEF. Kami akan sangat menghargainya.

Donate Now

*Nama para peserta sesi diskusi telah diubah untuk melindungi identitas mereka.