Anak-anak di Indonesia ‘berisiko tinggi’ alami dampak krisis iklim - UNICEF
Untuk pertama kalinya, UNICEF membuat peringkat negara-negara berdasarkan tingkat paparan dan kerentanan anak terhadap guncangan iklim dan lingkungan hidup. Anak-anak Indonesia adalah di antara anak-anak yang paling rentan di dunia.

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
NEW YORK/Jakarta, 27 Agustus 2021 – Anak muda di Indonesia adalah salah satu kelompok di dunia yang menghadapi risiko dampak perubahan iklim yang tinggi, dengan ancaman terhadap kesehatan, pendidikan, dan perlindungan mereka. Hal ini dinyatakan dalam laporan terbaru yang diluncurkan UNICEF.
‘The Climate Crisis Is a Child Rights Crisis: Introducing the Children’s Climate Risk Index’ adalah laporan global pertama yang menyajikan analisis risiko iklim komprehensif dari sudut pandang anak. Laporan ini menyusun peringkat negara-negara berdasarkan tingkat keterpaparan anak terhadap guncangan iklim dan lingkungan hidup seperti badai dan gelombang panas, serta kerentanan mereka terhadap guncangan berdasarkan akses kepada layanan esensial.
Diluncurkan atas kerja sama dengan Fridays for Future pada peringatan tiga tahun gerakan protes iklim yang diinisiasi anak muda, laporan ini menemukan bahwa sekitar 1 miliar anak—atau hampir separuh dari total 2,2 miliar anak di seluruh dunia—hidup di salah satu dari 33 negara yang berkategori “berisiko sangat tinggi” (extremely high-risk). Temuan ini menyebutkan angka anak yang terdampak pada hari ini; namun, angka itu sangat mungkin bertambah seiring dengan dampak perubahan iklim yang terjadi kian cepat.
Pada posisi ke-46, Indonesia adalah salah satu dari negara dengan risiko tinggi (high risk). Menurut laporan di atas, anak-anak Indonesia mengalami keterpaparan tinggi terhadap penyakit tular vektor, pencemaran udara dan banjir rob; namun demikian, investasi pada layanan sosial, khususnya kesehatan dan nutrisi, pendidikan, perlindungan sosial dan inklusi keuangan, dapat menciptakan perbedaan besar dalam kemampuan negara untuk melindungi masa depan anak dari dampak perubahan iklim.
“Krisis iklim adalah krisis hak anak,” ujar Perwakilan UNICEF Indonesia Debora Comini.
“Indonesia termasuk dalam 50 negara teratas di dunia dengan anak-anak yang paling berisiko terpapar dampak dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Namun, jika kita bertindak sekarang, kita dapat mencegah situasi ini menjadi lebih buruk.”
Children’s Climate Risk Index (CCRI) menemukan:
- 240 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir rob;
- 330 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir sungai;
- 400 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap siklon;
- 600 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap penyakit tular vektor;
- 815 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap pencemaran timbal;
- 820 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap gelombang panas;
- 920 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap kelangkaan air;
- 1 miliar anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap polusi udara dalam kadar amat tinggi.1
Diperkirakan bahwa 850 juta anak—1 dari tiap 3 anak di seluruh dunia—berada di wilayah yang memiliki minimal empat dari jenis guncangan iklim dan lingkungan hidup di atas. Sebanyak 330 juta anak—1 dari tiap 7 anak di seluruh dunia—berada di wilayah yang memiliki minimal lima jenis guncangan utama. Tantangan perubahan iklim juga dipersulit oleh pandemi COVID-19, dan anak menanggung dampak yang jauh lebih berat dari perubahan iklim dan pandemi.
Laporan UNICEF juga menunjukkan korelasi terbalik antara wilayah penghasil emisi gas rumah kaca dengan wilayah tempat beradanya anak yang paling mengalami dampak perubahan iklim. Secara total, 33 negara dalam kategori berisiko sangat tinggi menyumbang hanya 9 persen emisi CO2 dunia. Sebaliknya, 10 negara penghasil CO2 terbesar menyumbang hampir 70 persen emisi global, namun hanya satu dari negara-negara ini yang masuk ke dalam kategori ‘berisiko amat tinggi’ menurut indeks CCRI. Negara-negara Asia Timur dan Pasifik juga bertanggung jawab atas kontribusi emisi CO2 global yang semakin besar, dengan Tiongkok (30,30%), Jepang (3,25%), Republik Korea (1,85%) dan Indonesia (1,71%) masuk di daftar 20 negara penghasil CO2 terbesar dunia.2
Tanpa dilakukannya aksi mendesak yang dibutuhkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, anak akan terus menjadi pihak yang paling terdampak. Dibandingkan orang dewasa, anak-anak membutuhkan lebih banyak makanan dan air per kilogram berat badan, kemampuannya bertahan dari peristiwa cuaca ekstrem lebih rendah, dan anak lebih rentan terdampak hal-hal seperti bahan kimia beracun, perubahan suhu, dan penyakit.
UNICEF menyerukan pemerintah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk:
- Meningkatkan investasi untuk menjadikan layanan penting bagi anak lebih tahan terhadap dan mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Untuk melindungi anak, masyarakat, dan kelompok paling rentan dari dampak-dampak terburuk iklim yang tengah berubah, layanan-layanan esensial harus disesuaikan—termasuk di bidang air, sistem sanitasi dan kebersihan, kesehatan, dan pendidikan.
- Menurunkan emisi gas rumah kaca. Untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim, dibutuhkan aksi yang komprehensif dan mendesak. Negara-negara harus menurunkan kadar emisinya sebesar minimal 45% (dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 2010) pada tahun 2030 untuk menjaga peningkatan suhu di bumi agar tidak melebihi 1,5 derajat Celsius.
- Memberikan anak pendidikan dan pengetahuan tentang iklim dan lingkungan hidup sebagai keterampilan yang penting bagi kemampuan mereka beradaptasi dan mempersiapkan diri menghadapi efek perubahan iklim. Anak dan remaja adalah kelompok yang akan mengalami konsekuensi penuh dan terberat dari krisis iklim dan kelangkaan air—pada saat yang sama, mereka memiliki andil yang terkecil dalam terjadinya perubahan iklim. Kita semua memiliki tanggung jawab moral menjaga anak dan remaja serta generasi yang mendatang.
- Melibatkan anak muda di semua negosiasi dan pengambilan keputusan terkait iklim pada tingkat nasional, regional, dan internasional, termasuk COP26. Anak dan remaja harus turut serta dalam segala pengambilan keputusan terkait iklim.
- Memastikan upaya pemulihan dari COVID-19 berorientasi kepada upaya ramah lingkungan, rendah karbon, dan iklusif, agar tidak melemahkan kemampuan generasi mendatang untuk mengatasi dan merespons krisis iklim.
#####
Catatan untuk Redaksi:
CCRI disusun bersama dengan beberapa mitra, termasuk Data for Children Collaborative.
Agar laporan mudah diakses oleh anak muda di seluruh dunia, UNICEF juga bekerja sama dengan Climate Cardinals, sebuah lembaga nirlaba internasional pimpinan anak muda yang menerjemahkan penelitian dan informasi tentang perubahan iklim agar dapat menjangkau sebanyak mungkin anak muda dan pemangku kebijakan.
Laporan ini hanya tersedia dalam Bahasa Inggris.
-----------------------
1 Rata-rata paparan tahunan >35µg/m3
2 Sumber: lihat Metodologi data CCRI. Data emisi CO2 diunduuh dari katalog data WDI Bank Dunia, sumber asli: Carbon Dioxide Information Analysis Center, Environmental Sciences Division, Oak Ridge National Laboratory, Tennessee, Amerika Serikat.
Kontak Media
Tentang UNICEF
UNICEF mempromosikan hak-hak dan kesejahteraan setiap anak melalui setiap kegiatannya. Bersama dengan para mitra, kami bekerja di lebih dari 190 negara dan wilayah untuk mengubah komitmen itu menjadi aksi nyata dengan fokus untuk menjangkau anak yang paling rentan dan paling terpinggir, demi semua anak, di mana pun mereka berada.
Untuk informasi lebih jauh tentang UNICEF dan kerja-kerjanya, silakan kunjungi: www.unicef.org
Ikuti kami di Twitter dan Facebook.