Pelajar Indonesia mendobrak tabu dan kesalahpahaman seputar menstruasi

Program Manajemen Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi (MKM) di sekolah-sekolah membantu sosialisasi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sekaligus mengurangi perundungan.

UNICEF
Artika, pelajar yang juga Kader Kesehatan Remaja (KKR) di SMPN 2 Curug, Tangerang, berbagi informasi dengan teman-temannya tentang Manajemen Kebersihan Menstruasi.
©UNICEF/2021/Wilander
25 April 2022

Sulit bagi Artika untuk menahan kegembiraannya saat tengah mengantre untuk pemeriksaan suhu tubuh sebelum memasuki ruang kelas. Pagi itu, pada bulan Maret 2021, pelajar di Provinsi Banten, Indonesia, diizinkan kembali ke sekolah dan belajar secara tatap muka setelah menjalani pembelajaran jarak jauh selama hampir setahun penuh karena pandemi COVID-19.

Artika bersemangat bukan hanya karena akan bertemu lagi dengan teman dan guru, tetapi juga karena akan mengikuti sesi tentang manajemen kesehatan dan kebersihan menstruasi (MKM). Bagi Artika dan murid perempuan lain di sekolah itu, menstruasi bagaikan momok. Tidak hanya karena rasa tidak nyaman yang ditimbulkan, tetapi juga karena minimnya sarana di sekolah dan perundungan, terlebih jika tampak noda pada rok murid perempuan. 

“Teman laki-laki suka meledek kami saat menstruasi, rasanya enggak nyaman dan malu banget,” kata Artika.

Tak heran, karena hal-hal di atas, banyak murid perempuan lebih memilih tidak bersekolah saat sedang menstruasi, sebagaimana disampaikan oleh Ibu Cucuk, kepala sekolah.

Di Tangerang, dan juga di berbagai tempat lain di Indonesia, MKM memang masih menantang bagi para murid karena kurangnya edukasi yang komprehensif tentang kesehatan reproduksi dan pemahaman yang belum memadai tentang MKM. Hal ini diperburuk oleh ketiadaan sarana MKM di sekolah dan anggapan bahwa menstruasi adalah topik yang tabu.

Situasi inilah yang melatari peluncuran program Manajemen Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi oleh UNICEF di Kabupaten Tangerang pada tahun 2018. Program ini bertujuan membangun kesadaran murid dan sekolah tentang pentingnya MKM, menguatkan praktik baik yang sudah ada, dan meningkatkan kepercayaan diri dalam mengatasi tantangan.

Program MKM telah menjangkau 40 sekolah di Tangerang, termasuk lima madrasah, melalui kegiatan seperti pengamatan kondisi kesehatan, survei, dan pelatihan dan kampanye tentang MKM untuk guru, konselor, kader kesehatan di sekolah, dan para murid.

Ibu Cucuk, Kepala Sekolah SMPN 2 Curug Tangerang.
©UNICEF/2021/Wilander
Ibu Cucuk, Kepala Sekolah SMPN 2 Curug Tangerang, sedang memeriksa kondisi sarana toilet dan sanitasi.

Remaja Sebagai Agen Perubahan

Salah satu strategi utama dalam program MKM adalah pelibatan kader kesehatan remaja (KKR). KKR berperan menyusun, melaksanakan, dan memimpin beragam kegiatan dan kampanye seputar MKM. Strategi ini mencerminkan hasil survei UNICEF yang menemukan bahwa sebagian besar anak perempuan lebih nyaman berbicara perihal pubertas dengan sesama anak perempuan, termasuk kakak dan teman perempuan. Sementara itu, anak lelaki lebih nyaman berbicara dengan anggota keluarganya yang juga laki-laki, seperti kakak kandung atau saudara, atau teman lelaki.

Artika menjadi satu dari 200 remaja yang terpilih sebagai kader. Namanya muncul setelah ia memenangkan sayembara menulis bertopik pengelolaan limbah di Jambore Sanitasi 2019 yang digagas Pemerintah Kabupaten Tangerang. Videonya tentang aplikasi OKY, aplikasi pemantau siklus menstruasi, juga merupakan salah satu pemenang kontes MKM yang diselenggarakan UNICEF.

"Tugas saya adalah memberikan informasi tentang kebersihan menstruasi, seperti bagaimana memilih pembalut, dan bicara dengan murid lain tentang tentangan menstruasi,” kata Artika, yang menambahkan ia juga mendorong penggunaan pembalut cuci ulang demi mengurangi sampah.

Program MKM pun melibatkan murid lelaki dalam rangka menghapus tabu, mitos, dan kesalahpahaman tentang menstruasi, serta mengurangi perundungan oleh murid lelaki.

“Anak laki-laki perlu tahu tentang isu ini supaya mereka paham, menstruasi adalah hal normal dan mengejek teman yang sedang menstruasi itu salah,” kata Ibu Cucuk.

Daniel, 15, berkata teman-teman lelakinya di sekolah awalnya terkejut ketika ia mengajak mereka berdiskusi tentang manajemen kesehatan dan kebersihan menstruasi. Daniel yang menjabat ketua OSIS ditugaskan sebagai mentor yang mengadakan seminar dan kampanye tentang MKM, termasuk di media sosial.

“Awalnya, mereka enggak percaya saya tahu soal MKM; susah juga untuk mengajak teman-teman (laki-laki) ikut mengobrol. Tapi, saya senang bisa mengikuti program ini dan mengubah cara pandang teman-teman saya, supaya mereka bisa lebih berempati kepada teman-teman perempuan,” terang Daniel.

Artika dan Daniel, murid dan KKR di SMPN 2 Curug, Tangerang, sedang menyimak pelatihan tentang Manajemen Kebersihan Menstruasi dari salah seorang guru pembina KKR.
©UNICEF/2021/Wilander
Artika dan Daniel, murid dan KKR di SMPN 2 Curug, Tangerang, sedang menyimak pelatihan tentang Manajemen Kebersihan Menstruasi dari salah seorang guru pembina KKR.

Perubahan Perilaku

Artika, Daniel, dan Cucuk sepakat bahwa program MKM telah menghasilkan perubahan perilaku di kalangan murid dan mendorong praktik baik di sekolah. Menurut Artika, dengan program MKM, murid perempuan sekarang tidak perlu lagi merasa malu karena menstruasi. Kebutuhan mereka pun dipenuhi oleh sekolah yang menyediakan pembalut dan toilet yang lebih baik.

"Anak-anak laki-laki di sekolah sudah enggak mengejek kami lagi, bahkan sekarang menawarkan menyediakan pembalut,” kata Artika.

Artika dan Daniel juga berkata, teman-teman mereka kini lebih percaya diri dan terbuka mendiskusikan kesehatan reproduksi dan kebersihan menstruasi. Menurut Ibu Cucuk, jumlah anak perempuan yang membolos karena menstruasi telah berkurang. Selain itu, pihak sekolah kini menyediakan pembalut dan seragam bersih di toilet.

Hingga saat ini, program MKM telah menjangkau lebih dari 125 guru, 200 KKR, dan sekitar 20.000 murid lainnya di 40 sekolah di Tangerang. Keberhasilan program ini membuat pemerintah berkomitmen untuk mereplikasi dan memperluas program MKM ke sekolah-sekolah lain pada tahun 2022.

Ingin Membantu Anak Lain Seperti Artika?

Kisah di atas hanyalah satu contoh kemitraan UNICEF dengan sekolah-sekolah yang dilakukan untuk membangun kesadaran tentang kesehatan reproduksi dan menurunkan perundungan di kalangan murid SMP.

Masih ada begitu banyak remaja lain yang membutuhkan dukungan program serupa. Keberhasilan program MKM adalah tonggak penting yang memastikan program ini dapat dilanjutkan di daerah-daerah lain Indonesia. Untuk itu, kami memerlukan dukungan Anda.

Jika Anda ingin mendukung upaya kami dalam membantu remaja menghapus stigma terhadap manajemen kesehatan dan kebersihan menstruasi di daerah lain, silakan berdonasi ke UNICEF. Kami akan sangat menghargainya.

DONASI SEKARANG