Menggunakan Buku Cerita untuk Mengungkap Persoalan Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi bagi Remaja
Cara inovatif dan kreatif untuk mengedukasi remaja perempuan dan laki-laki tentang kebersihan menstruasi dan pubertas

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Sejak 2018, UNICEF Indonesia dengan dukungan dari KAO Corporation melalui Japan National Committee, menjalankan program Pemberdayaan anak perempuan di Indonesia melalui peningkatan manajemen kebersihan menstruasi (MKM). Dengan melibatkan remaja perempuan, remaja laki-laki, orang tua, guru, dan pemuka agama, UNICEF telah menyusun buku cerita MKM sebagai suatu cara inovatif dan kreatif dalam mengedukasi remaja perempuan dan laki-laki tentang kebersihan menstruasi dan pubertas.

Di hadapan ribuan guru dan pejabat pemerintahan yang berkumpul dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional tanggal 28 November 2019, UNICEF menyerahkan buku cerita MKM kepada Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar. Meskipun UNICEF hanya memiliki 40 Sekolah Menengah Pertama sebagai fokus program, termasuk Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Curug, Ahmed Zaki Iskandar dalam pidatonya meminta guru-guru dan pejabat pemerintahan untuk menggunakan buku cerita yang diberikan UNICEF dalam mempromosikan MKM di sekolah dan di rumah.
SMPN 2 Curug merupakan salah satu sekolah terbaik di Tangerang, Banten. Memasuki kompleks sekolah, langsung terlihat bagaimana sekolah ini dikelola dengan baik, segala hal disesuaikan dengan kebutuhan para guru, staf, dan murid. Sebagai seseorang yang pernah sekolah di sekolah negeri, perubahan yang ada sungguh terasa. SMPN 2 Curug memiliki toilet yang lega untuk lelaki dan perempuan, kebun hidroponik, dan tidak terlihat adanya sampah di seluruh sekolah. Sekolah ini juga terpilih sebagai sekolah percontohan untuk program Kurasaki (Kurangi Sampah di Sekolah) di tahun 2017. SMPN 2 Curug juga menjadi juara pertama dalam kompetisi sekolah dengan sanitasi terbaik di Kabupaten Banten.
MKM bukanlah hal baru di SMPN 2 Curug. “Murid-murid sekarang mengerti kalau menstruasi adalah hal yang normal. Saya bilang ke murid-murid perempuan, jangan merasa canggung kalau lagi halangan. Mereka tetap bisa masuk sekolah dan tetap bisa merasa nyaman dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Saya juga bilang ke murid laki-laki agar tidak melihatnya sebagai hal yang aneh,” ujar Cucu Sri Rahayu, Kepala Sekolah SMPN 2 Curug.
“Kami ingin memastikan mereka merasa nyaman saat halangan. Kami menyediakan pembalut, tempat untuk ganti, dan juga air,” jelas sang Kepala Sekolah. Sekolah ini juga menyediakan baju ganti untuk murid-murid jika pakaian mereka terkena noda darah (“tembus” atau “bocor”). Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga menyediakan tempat yang nyaman untuk murid-murid berbaring bila mereka mengalami kram atau perlu istirahat, dan juga obat pengurang rasa sakit bila dibutuhkan.
“Di sekolah kami ada kader kesehatan, anggota PMR (Palang Merah Remaja), mereka juga berperan sebagai pendidik sebaya untuk teman-temannya, karena kadang mereka malu kalau bertanya ke guru-guru,” jelas Ahmad Maulana, pembimbing UKS. “Kader-kader perempuan ini sudah paham apa yang perlu dilakukan kalau temannya bermasalah saat halangan,” tambahnya.

Upaya guru-guru dan staf SMPN 2 Curug dalam menerapkan MKM di sekolah patut diacungi jempol, Namun, kesalahpahaman terkait kesehatan reproduksi, pubertas dan menstruasi masih tetap ada. Contohnya Aimar, murid kelas 7 di SMPN 2 Curug. Berdasarkan studi Pengetahuan, Perilaku, dan Praktik yang diadakan oleh UNICEF pada Oktober 2019, ia mengungkapkan tak hanya ia merasa tidak nyaman membicarakan menstruasi, tetapi dia juga merasa itu bukan topik yang bisa dibahas secara terbuka. “Malu ngomongin hal-hal kayak gitu dengan lawan jenis,” ujar Ahmad saat ditanya tentang bagaimana rasanya mempelajari kesehatan reproduksi di ruang kelas yang sama dengan murid perempuan. Remaja-remaja ini bukannya tidak mau tahu, tetapi stigma seputar kesehatan reproduksi dan menstruasi membuat isu ini sulit dibicarakan secara terbuka, terutama di kalangan remaja.

Aimar hanya satu dari banyak kasus yang membuktikan hasil studi yang dilakukan di 25 sekolah di Kabupaten Tangerang, bahwa tidak banyak murid laki-laki maupun perempuan yang mengetahui informasi yang benar terkait menstruasi. Hanya satu dari lima murid perempuan (21%) yang tahu bahwa kegiatan fisik tetap bisa dilakukan selama menstruasi. Adapun proporsi murid laki-laki yang mengetahui hal ini hanya mencapai 10%. Mitos seputar menstruasi juga masih ada, sebagian besar murid perempuan (77%) percaya bahwa mereka akan diikuti setan jika mereka tidak membuang pembalut secara tepat. Menariknya, lebih banyak murid laki-laki (65%) dibandingkan murid perempuan (52%) yang sudah paham bahwa menstruasi adalah tanda bahwa secara biologis, perempuan sudah bisa hamil.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa menstruasi tidak dibicarakan secara terbuka di sekolah. Situasi ini dapat menimbulkan dampak negatif pada murid perempuan yang mengalami menstruasi. “Saya kadang ngerasa nggak nyaman kalau lagi halangan di sekolah, takut tembus. Anak-anak cowok juga kadang masih suka ngeledekin kalau tahu kita lagi halangan,” ujar Maisya, siswa kelas 8 di SMPN 2 Curug.
Kurangnya informasi menimbulkan stigma, perilaku tidak bersahabat, ejekan, dan kesalahpahaman tentang menstruasi.
Kunci untuk menjawab permasalahan ini adalah dengan memberikan informasi yang tepat dengan cara yang efektif bagi target sasaran, dan buku cerita ini adalah sarana edukasi UNICEF dalam program MKM.