Peran Mahasiswa dalam Penanggulangan COVID-19
Menyambut adaptasi kebiasaan baru, mahasiswa di Jawa Tengah terlibat dalam program pemantauan dan pencegahan COVID-19 di sekolah dan ruang publik.

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Panas matahari di langit Kota Semarang siang itu terasa menyengat, memaksa orang-orang untuk berdiam diri di dalam ruangan kecuali Megawati Sekar, 21, seorang mahasiswi yang selama berjam-jam nampak menerjang terik. Dengan mengenakan jaket almamater kebanggaannya, ia bagikan masker serta selebaran berisi informasi perilaku 3M—mencuci tangan, mengenakan masker dan menjaga jarak—kepada para pejalan kaki.
“Selama tiga minggu mengerjakan 3M (perilaku pemantauan) ini, saya mendapati sebagian masyarakat taat hanya saat saya bersama mereka dan beberapa lainnya membicarakan saya,” kisah mahasiswa semester enam itu. “Bukannya kecewa, saya justru menjadikan itu sebagai alasan untuk semakin gigih berjuang.”
Beberapa bulan setelah merebaknya varian delta yang mematikan, Sejalan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna menangkal penyebaran virus, Indonesia berhasil menekan laju kasus COVID-19 dan mendorong tingkat vaksinasi. Hanya saja, minimnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan COVID-19 masih menjadi tantangan besar.
Guna mendukung penanggulangan COVID-19 di masa transisi ini, UNICEF berkolaborasi dengan 17 universitas di seluruh Indonesia dengan memberikan skill pemantauan 3M kepada para mahasiswa termasuk Universitas Diponegoro di Kota Semarang pada Oktober 2021. Melalui pelatihan itu, mahasiswa seperti Megawati memperoleh skill untuk memantau kepatuhan masyarakat terhadap 3M dan mengenal RapidPro, sebuah platform daring, yang memungkinkan mereka untuk mengidenfitikasi kawasan yang rendah, sedang, dan tinggi resiko penularan COVID-19.

"Kami berkerjasama dengan kampus-kampus untuk memastikan para mahasiswa bisa terlibat dalam proses adaptasi kebiasaan baru,” jelas Mitsunori Odagiri, Pakar WASH UNICEF. “Energi, kreatifitas, dan dedikasi yang mereka miliki, didukung oleh sistem pemantauan real-time yang kita miliki memungkinkan para pemuda untuk bisa terlibat secara lebih berarti.”
Usai pelatihan itu, Megawati menghabiskan waktu antara enam sampai delapan jam setiap harinya di kawasan umum seperti sekolah, pasar, dan halte bus untuk mencatat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap 3M. Informasi itu kemudian dapat diakses oleh masyarakat dan pemerintah guna melihat kawasan dengan kepatuhan 3M yang tinggi dan mana yang perlu penanganan cepat oleh pemangku kebijakan setempat.

“Pelatihan itu membangun kesadaran saya akan lingkungan sekitar,” jelas Megawati. “Skill pemantauan memungkinkan saya untuk memahami daerah mana yang lebih aman dan mana yang rentan terhadap penyebaran virus.”
Sebagai mahasiswa psikologi tahun ketiga, ia juga membuat buklet informasi bagi guru untuk membantu memastikan siswa mereka memakai masker di sekolah, yang ia mulai setelah memahami mengapa siswa-siswi, khususnya kelas awal, enggan memakai masker.

Selain Megawati, ada ratusan mahasiswa lainnya dari kampus itu yang terlibat dalam program dan tersebar di 286 desa di 18 kota dan kabupaten di Jawa Tengah. Semangat Megawati dan teman-temannya dipuji baik oleh para dosen maupun guru di sekolah.
“Energi, wawasan, dan keterampilan yang mereka peroleh di kampus, ditambah dengan keterampilan pemantauan 3M selama pelatihan membuat program ini berhasil,” jelas Farid Agushybana, dosen di Universitas Diponegoro.
Sejalan dengan kasus COVID-19 yang terus berfluktuasi, dedikasi dan inisiatif para pemuda dalam program ini menunjukkan pentingnya peranan mereka dalam mendukung pemerintah dan mempercepat proses adaptasi kebiasaan baru.
“Kita tidak bisa mengubah kebiasaan dalam sekejap mata, tetapi dengan upaya tanpa henti, kerja sama, dan kemauan untuk saling belajar, saya yakin kita bisa melewati ini, dan dari situlah energi saya berasal."
UNICEF Indonesia berterima kasih atas dukungan yang telah diterima dari mitra utama, termasuk Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID Indonesia.