Berbekal Cinta Keluarga, Atasi Kehilangan Ganda Akibat COVID-19
Di Indonesia, banyak anak kehilangan orang tua ‘dua kali lipat’, akibat pekerjaan dan COVID-19

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Menjadi satu-satunya perempuan dalam sebuah rumah tangga dengan tiga orang anggota keluarga lainnya, dan pada usia yang begitu muda—Hayfa baru berumur 11 tahun ketika ibunya wafat akibat COVID-19—bukan pengalaman yang lazim bagi seorang anak. Tak hanya itu. Hayfa juga harus menahan rindu karena tak selalu dapat bertemu dengan sang ayah. Sebagai pekerja bangunan yang kerap bekerja di luar kota, ayah Hayfa biasa meninggalkan rumah sampai dua atau tiga pekan lamanya sebelum bisa pulang kembali.
Hayfa dan kedua kakaknya sangat dekat dengan ibu mereka. Setelah kepergian sang ibu, Hayfa, si bungsu, menjadi lebih dekat dengan ayah mereka, Heru, yang sangat menyayanginya.
“Setiap kali Bapak pulang, Hayfa pasti dekat-dekat terus, nggak mau lepas,” ujar kakak sulung Hayfa, Charis, 22. “Sedikit-sedikit minta dipeluk, digendong-gendong, dan diajak ke mana-mana. Di malam hari, ia tidur sambil memegangi bapak karena takut ditinggal waktu lagi pulas.”

Menurut Ismayati, pengasuh di Panti Asuhan Anak Aisyah yang sudah mengenal Hayfa sejak bayi, Hayfa dulu ceria dan senang bergaul. “Sekarang jadi pendiam dan takut sama orang yang belum ia kenal,” kata Ismayati. “Seperti anak yang kehilangan kebahagiaannya.”
Kasih Sayang Keluarga

Di tengah situasi ini, Hayfa beruntung karena diliputi kasih sayang keluarga, khususnya saat ayahnya tak sedang di rumah. Selain oleh dua kakak lelaki yang memanjakannya, Hayfa juga dirawat dan ditemani kerabat. Kebetulan, mereka tinggal berdekatan: sepasang kakek dan nenek dari kedua orang tua, Bude Mamiek dari pihak ayah, dan kemenakannya, Adiba, yang ibunya terhitung sepupu Hayfa.
Malang, ibu Adiba meninggal beberapa hari setelah ibu Hafya; tak heran kedua anak perempuan yang berduka ini pun saling menghibur dan menguatkan. Hayfa, yang sedikit lebih tua dari Adiba, bahkan mengambil peran kakak dan guru bagi kemenakannya. Saat mengajarkan Adiba menggambar dan menuliskan kalimat lucu—kegiatan yang digemari Hayfa—mata Hayfa tampak bersinar-sinar. Dari sejumlah kalimat yang ia karang untuk mendeskripsikan gambarnya, jelas tampaknya bahwa Hayfa punya bakat seorang komikus.

Sementara itu, Bude Mamiek telah mengambil alih peran ibu bagi Hayfa. Ia memasak makanan kesukaan anak-anak dan membantu Charis mengurus adik-adiknya. “Kelihatannya sederhana, padahal enggak,” kata Charis sambil tertawa. “Memasak tugas yang paling susah. Kita menyukai makanan yang berbeda-beda dan Hayfa kangen banget masakan ibu.”
Menghadapi Kepergian Kedua Orang Tua

Seperti Hayfa, Faishal juga tahu rasanya kehilangan kedua orang tua—satu karena pekerjaan dan satu karena COVID-19. Kedua orang tuanya---sama-sama pekerja migran—meninggal berturut-turut saat Faishal baru berusia sebelas tahun. Ia dan kedua adiknya kini tinggal bersama kakek dan nenek yang tak lagi muda.
Ayah Faishal bekerja di tambang batu di luar Pulau Jawa, tapi lalu meninggal di rumah pada 2021 di rumah karena penyakit yang sudah lama diidapnya. Istrinya, yang saat itu telah enam bulan bekerja di Hong Kong, mengalami depresi. Ia dipulangkan, kemudian tertular COVID-19 dan berpulang tak lama kemudian, meninggalkan tiga anak mereka yang masih kecil.

Sejak kepergian ibu mereka, Faishal menjadi lebih tertutup. Menurut sang nenek, Marpuah, 62 tahun, sekarang Faishal menghabiskan sebagian besar waktu luangnya di masjid untuk beribadah, bermain di lapangan, atau di madrasah untuk belajar membaca Al-Quran.
“Ia dulu senangnya main layangan, tapi berhenti setelah mendengar ada anak di sekitar sini yang meninggal ketabrak mobil,” Marpuah berkisah, sembari menambahkan bahwa kedekatan Faishal dengan sepupu-sepupunya membantu dalam kehidupan sosialnya. Namun, tetap saja, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Meski dihadapkan pada kemalangan yang bertubi-tubi, Faishal beruntung sebab neneknya amat menyayanginya. Sesungguhnya, nenek dan kakeknyalah yang membesarkan Faishal dan adik-adiknya selama ini, termasuk saat kedua orang tua mereka masih ada.
“Faishal bisa dibilang sudah berada dalam asuhan orang yang paling tepat,” kata Moesyafi’i, pekerja Dinas Sosial yang ditugaskan membantu Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PSKAI) Tulungagung, yang didukung oleh UNICEF. “Tapi para eyang ini juga sudah tidak muda lagi. Kalau mereka sakit, atau meninggal, siapa yang akan membesarkan ketiga cucu mereka?”
Lingkungan Aman dan Ramah Anak
Lepas dari dukungan keluarga dan lingkungan terdekat, Hayfa dan Faishal belum terdaftar di dalam basis data penerima program bantuan sosial dari Kementerian Sosial. Meski mendapat bantuan tetangga, masjid, dan panti asuhan setempat, keluarga mereka juga membutuhkan uang tunai, makanan dasar, pelayanan kesehatan, dan dana pendidikan secara teratur.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi masalah ini, UNICEF bekerja sama dengan pemerintah dalam program Safe4C (Safe and Friendly Environment for Children). Program ini bertujuan mengidentifikasi anak-anak rentan seperti Hayfa dan Faishal yang amat membutuhkan bantuan, memberikan layanan kesejahteraan dan perlindungan anak yang lebih mudah diakses, mendidik para pengasuh untuk menerapkan praktik pengasuhan anak yang baik, dan membantu anak-anak mengasah ketrampilan hidupnya.

Saat ini, Ismayati dan Moesyafi’i tengah membantu Hayfa dan Faishal mengakses BPJS Kesehatan dan subsidi pendidikan melalui PKSAI Tulungagung.
“Kekhawatiran terbesar saya untuk Faishal adalah masa depan pendidikannya,” kata Moesyafi’i.
Ismayati juga mencemaskan Hayfa setelah melihat perubahan di dalam diri Hayfa. “Dukungan psikososial sangat penting,” katanya.

Ingin Membantu Anak-Anak Seperti Hayfa dan Faishal?
Berkat sumbangan dari para dermawan di Indonesia, UNICEF dapat bekerja dengan para pekerja sosial, pejabat bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pengasuh, serta sekolah-sekolah dan pusat-pusat komunitas dan kesehatan di seluruh Indonesia untuk membantu meringankan kerentanan sekaligus meningkatkan kesejahteraan anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat COVID-19.
Dengan adanya peningkatan kapasitas, kami akan dapat membantu anak-anak seperti Hayfa dan Faishal memeroleh akses bantuan jangka panjang dengan lebih cepat. Kami juga akan lebih mampu mendukung para pengasuh ini serta meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan. Untuk itu, kami membutuhkan bantuan Anda.
Jika Anda ingin membantu merawat kesejahteraan dan masa depan anak-anak yang rentan, silakan berdonasi ke UNICEF. Kami akan sangat menghargainya.