Bersama mengembalikan anak-anak ke dunia pendidikan
Usai mengalami kemunduran, kini semakin banyak anak-anak yang kembali belajar di Sulawesi Selatan
- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Pagi menjelang siang itu, Rahman Katinting, 11 tahun, beserta ketiga kakaknya tiba di depan pintu gerbang sebuah sekolah dasar di desa Balong, Bulukumba, provinsi Sulawesi Selatan. Alih-alih masuk ke halaman sekolah dimana para siswa-siswi nampak tengah asik riang bermain, ketiganya justru masuk ke pelataran kantor kelurahan desa di seberang jalan sekolah itu.
Selama beberapa bulan terakhir, mereka ikut serta dalam kegiatan “Lingkar Remaja” yang dihelat oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nadya. Sebagai mantan anak tidak sekolah yang akan mulai belajar, mereka diharuskan ikut serta dalam rangkaian kegiatan itu agar dapat berbaur dengan mudah tanpa kendala berarti saat sepenuhnya belajar di PKBM.
Melalui aktivitas itu, mereka dibekali kecakapan hidup, termasuk skill abad 21 yang sangat diperlukan untuk membangun kemampuan komunikasi dan meningkatkan percaya diri, mendorong kreatifitas dan berpikir kritis, serta mengatur hidup menjadi lebih sehat dan produktif. Lebih dari itu, aktivitas ini juga memberikan ruang aman untuk menyuarakan pendapat untuk mengadvokasi dan berkontribusi dalam proses pengambilan kebijakan yang berdampak pada mereka.
“Dulu cita-cita saya ingin memiliki bengkel agar tidak perlu meminta uang lagi ke orang tua saya. Tapi sekarang, cita-cita saya adalah ingin belajar terus, karena rupanya belajar semenyenangkan itu.”
Sejak lahir, Rahman, dan ketiga kakaknya tidak pernah mengenyam pendidikan formal layaknya anak seumurannya. Ekonomi keluarga yang sulit, membuat Pak Ramli dan Ibu Suartini, orang tua Amang, kerapkali harus berpindah tempat untuk mencari pekerjaan yang menyulitkan mereka untuk menempuh pendidikan.
Untungnya, ketika keluarga besar namun sederhana ini memutuskan untuk kembali ke desa Balong, Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan tempat mereka berasal pada 2022, pemerintah desa setempat tengah mendata anak tidak sekolah agar bisa melanjutkan pendidikannya, baik ke lembaga formal maupun non-formal.
Sejak 2019, UNICEF dan mitra telah mendukung pemerintah dalam inisiatif ini untuk mengurangi jumlah anak tidak sekolah provinsi Sulawesi Selatan. Sedikitnya, ada 179,000 anak (umur 7 – 18 tahun)1 di provinsi itu yang tidak pernah mengenyam dunia Pendidikan. Penyebabnya cukup beragam dari hilangnya motivasi diri anak, minimnya dukungan dari orang terdekat, kasus perkawinan, dan kendala ekonomi.
“Awalnya kami optimistis bahwa angka anak tidak sekolah di desa kami hanya lima atau maksimal 10,” ungkap M. Aidil Akbar, sekretaris desa Kanie, Kabupaten Sidenreng Rappang, salah satu kabupaten intervensi yang terletak sekitar lima jam perjalanan darat dari ibu kota Sulawesi Selatan. “Namun setelah pendataan ulang, jumlahnya justru puluhan.”
Melalui dukungan dari pemerintah setempat, sejak 2022, program itu telah dilaksanakan di 17 dari 25 kota kabupaten dan mengidentifikasi lebih dari 5.000 anak tidak sekoilah dan 47.000 anak berisiko putus sekolah yang difasilitasi agar bisa Kembali melanjutkan belajar. Program ini termasuk peningkatan kapasitas pemerintah dari tingkat provinsi, kabupaten dan desa dalam hal pendataan melalui Community Based Development Information System, sebuah sistem pengumpulan data inovatif, mendukung pengembangan intervensi dan kebijakan yang relevan untuk memfasilitasi belajar bagi anak putus sekolah, koordinasi, serta pemantauan dan evaluasi Rencana Aksi Provinsi dan Kabupaten dalam penanggulana anak tidak sekolah.
Alhasil, jumlah anak tidak sekolah di Sulawesi Selatan turun 20.000 menjadi 158.9772 dibandingkan periode 2019. Dan atas dasar itu pula, pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba dan Sidenreng Rappang berkomitmen untuk meneruskan program dengan menjangkau kecamatan, desa dan kelurahan lainnya.
Meski kendala cukup banyak, para pendidik lokal di PKBM juga turut berdedikasi untuk tetap membuat anak-anak tidak sekolah belajar. “Merangkul ATS memang sulit, namun jauh lebih sulit lagi mempertahankannya,” ungkap pendidik di PKBM Al Irsyad di desa Kanie, kabupaten Sidenreng Rappang, Muh Femi.
“Karenanya kami berharap program ini tidak hanya berhenti di sini saja. Lebih dari itu, kami berharap agar lembaga pendidikan ramah anak mulai diperkenalkan agar anak yang sudah kembali bisa terus bertahan, dan syukur-syukur bisa mengajak teman-temannya yang masih di luar untuk bisa kembali belajar.”
1 perkiraan UNICEF berdasarkan data Susenas tahun 2019
2 perkiraan UNICEF berdasarkan data Susenas tahun 2022