Anak muda memimpin upaya menjaga kesehatan jiwa
Di Indonesia, sesi bincang-bincang daring untuk anak muda, oleh anak muda menjadi sumber dukungan kesehatan jiwa dan psikososial di masa pandemi

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
JAKARTA, Indonesia – "Saya merasa sangat stres,” ujar seorang perempuan berusia 21 tahun asal Jawa Tengah yang sedang menggambarkan dampak pandemi terhadap kehidupannya. “Kehidupan media sosial membuat saya tertekan. Ada banyak emosi tersembunyi—ingin rasanya membuka lembaran baru dan mulai lagi dari awal.”
Seiring dengan peningkatan kasus COVID-19 dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di seluruh Indonesia, anak-anak muda terus menghadapi situasi yang menantang bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Menurut hasil jajak pendapat U-Report yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 terhadap 600 peserta dari seluruh Indonesia, lebih dari separuh responden (53 persen) menyatakan merasakan tekanan untuk tetap produktif selama pandemi. Di antara mereka, mayoritas (33 persen) menyatakan stres yang mereka alami mengakibatkan penurunan daya konsentrasi saat mengikuti pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, 25 persen menyatakan mereka mudah kesal, marah, atau merasa terganggu.
Merespons hasil tersebut, UNICEF, bermitra dengan CIMSA (Center for Indonesian Medical Students’ Activities), meluncurkan serangkaian acara daring. Diselenggarakan setiap dua minggu, kegiatan ini berfokus menyediakan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial kepada para anak muda. Diadakan melalui Zoom dan ditayangkan langsung pada kanal YouTube CIMSA, setiap sesi mengundang perwakilan anak muda dan pakar sebagai narasumber diskusi dan bincang-bincang singkat yang dipandu oleh CIMSA. Setiap sesi mengangkat topik berbeda.
Prakarsa di atas bertujuan menyadarkan anak muda mengenai pentingnya kesehatan jiwa dan berbagi kiat praktis tentang cara menjaga kesehatan jiwa semasa dan setelah pandemi kelak.
“Jajak pendapat U-Report dan konsultasi daring yang diselenggarakan sejak awal pandemi memperlihatkan kepada kami bahwa kondisi kesehatan jiwa anak-anak muda sedang rentan,” kata Yukari Tsunokake, Youth Engagement Officer dari UNICEF Indonesia. “Pada awal bulan April, kami mencanangkan kampanye #COVID19Diaries yang diikuti dengan serangkaian lokakarya untuk membangun kemampuan anak muda mengatasi isu-isu kesehatan jiwa. Selanjutnya, kami ingin melibatkan mereka sebagai mitra setara agar mereka bisa memimpin dan memastikan bahwa isu yang relevan bagi anak muda disuarakan oleh dan untuk sesama anak muda.”
Sesi pertama, diadakan pada hari Sabtu, 22 Agustus, dengan tema “Mengatasi Stres Selama Pandemi COVID-19” mengangkat pandangan dan kisah anak mudah yang mengaku kesulitan menghadapi situasi pandemi.

“Stres karena masalah keluarga membuat saya bermalas-malasan di rumah,” kata seorang remaja berusia 15 tahun. “Tapi, saya harus tetap semangat karena orang tua saya sangat suportif.”
Dalam sesi yang sama, dua remaja yang mewakili program anti-perundungan UNICEF mengajukan beberapa pertanyaan dari U-Reporter kepada dr. Christopher Halimkesuma dari Komunitas Profesional Muda Kesehatan Indonesia, seperti: “Apakah wajar jika remaja merasa stres selama pandemi COVID-19? Siapa yang bisa diajak berbicara apabila keluarga dan teman tidak suportif? Apa saja kiat mengatasi stres karena kegiatan sehari-hari dan beban selama pandemi?”
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dr. Christopher menyarankan agar seseorang yang mengalami stres menghubungi teman-temannya secara daring, mencari hobi baru, atau berusaha sebaik mungkin menjaga gaya hidup sehat. Ia juga menekankan pentingnya mencari dukungan ahli kesehatan jiwa apabila timbul keinginan bunuh diri, melukai diri sendiri, atau melarikan diri dari kenyataan dengan mengonsumsi obat-obatan. Selain itu, ia menjelaskan tentang mekanisme beradaptasi yang penting untuk mengenali serta melepaskan stres.
"Terdapat berbagai mekanisme beradaptasi, tetapi ada dua yang menurut saya penting: pertama, humor. Humor adalah obat terbaik. Kedua, memiliki harapan. Jangan sampai kehilangan harapan, jangan patah semangat.”
Per tanggal 28 Agustus, sesi ini telah ditonton lebih dari 1.500 kali pada kanal YouTube CIMSA. Hasil evaluasi acara menunjukkan kegiatan ini dinilai “sangat baik” atau “baik” oleh 95 persen peserta. Penilaian juga disertai komentar positif yang mengharapkan sesi selanjutnya dapat diadakan.
Sesi diskusi akan berlangsung pada hari Sabtu hingga tanggal 10 Oktober—bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Sesi kedua sendiri akan berlangsung pada 5 September; sesi ini akan membahas isu-isu seputar pembelajaran jarak jauh dan rencana pembukaan kembali sekolah—kecemasan, rasa takut, atau kegelisahan yang dialami.
Sejauh ini, pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sebanyak 66 juta anak muda Indonesia harus disiapkan dan dibekali kemampuan untuk menghadapi konsekuensi pandemi.
“Isu-isu seputar anak muda paling dipahami oleh anak muda itu sendiri, sehingga kami sangat perlu bekerja sama dengan mereka, mendukung kesejahteraan mereka, dan memberikan mereka peluang untuk menjadi agen perubahan,” kata Tsunokake. “Dengan dukungan kami, kami berharap inisiatif ini bisa menjangkau sebanyak mungkin anak muda agar mereka bisa menjaga kesehatan mentalnya pada masa menantang yang masih berlangsung ini.
Untuk informasi lebih jauh tentang kampanye UNICEF, silakan kunjungi: https://www.unicef.org/indonesia/coronavirus/covid-19-diaries
Untuk menonton sesi bincang-bincang yang pertama, silakan klik: https://bit.ly/RuangPeka1