Refleksi dari KHA Pasal 27

Anak berhak mendapatkan standar hidup yang cukup baik sehingga semua kebutuhan mereka terpenuhi. Pemerintah perlu membantu keluarga yang tidak mampu memenuhi hal ini dan memastikan bahwa orangtua dan wali memenuhi tanggung jawab keuangannya terhadap anak

Laksmi Pamuntjak
Rosita, fishes outside her house in Papua
UNICEFIndonesia/2018/ShehzadNoorani
11 November 2019

Melihat Rosita yang sedang duduk di dek rumahnya di Desa Aseibesar di Sentani, Papua, aku yakin ada hal-hal yang tak ia miliki yang sebetulnya ia inginkan. Hal-hal yang ia ingin ketahui, atau ketahui dengan lebih mendalam, dan tak hanya karena umurnya baru sebelas tahun.

Papua adalah sebuah tanah yang tak ada duanya; ia begitu luar biasa dalam skala dan keindahannya. Namun hidup juga tak mudah: di sana ada kemiskinan, keterpencilan, dan sejarah konflik yang panjang dan kompleks. 

Kubayangkan Rosita menginginkan lebih. Lebih dari apa yang ia miliki sekarang—yang tidak banyak. Kubayangkan ia menonton televisi bersama keluarganya dan melihat dunia yang begitu berbeda dari dunianya—dan begitu besar ragamnya. Dunia yang lebih terang, berkecukupan, tak terpencil; dunia di mana orang-orang hidup dalam rumah-rumah beton, gedung-gedung tinggi dan jalan-jalan yang semarak dengan rumah makan. 

Kubayangkan ia menonton program televisi dan film yang membuatnya tertawa dan membuatnya ingin berada di dalamnya. Kubayangkan ia menonton orang memasak hidangan-hidangan yang begitu beragam dan menarik, dan ingin ibunya membuat hidangan itu suatu hari. Kubayangkan ia menonton anak-anak seperti dirinya melakukan dan menikmati kegiatan-kegiatan yang tak pernah ia alami: sebuah permainan, sebuah olahraga, pergi berlibur, dan kubayangkan ia berkhayal ia salah satu dari mereka. 

Kubayangkan ia ingin tahu lebih banyak tentang dunia di luar dek rumahnya, di seberang air, di balik gunung dan lembah. Kubayangkan ia ingin pergi berlaut, belajar berlayar, mungkin bekerja di sebuah kapal suatu hari. Kubayangkan ia ingin tahu apa yang dikatakan orang ketika mereka berbicara dalam bahasa lain. Kubayangkan ia ingin memahami mengapa orang berseteru dan menyakiti satu sama lain, apa yang harus terjadi untuk menghentikannya. 

Kubayangkan ia juga mencintai tempat tinggalnya. Mencintai keluarga dan segala apa yang mereka lakukan bersama. Mencintai teman-teman dan sekolahnya (kalau ia sekolah). Kulihat ia senang memancing. Kulihatnya duduk di sana, di tepi air, di tempat favoritnya, tersenyum, kadang larut dalam pikirannya sendiri, mungkin berkhayal tentang di mana ia akan berada, esok, bulan depan, beberapa tahun lagi. 

Aku suka bagaimana dingin, angin dan sinar matahari merangkulnya pada saat bersamaan, membuatnya merasa—kuharap—seolah ia sedang duduk di mulut dunia. Segalanya begitu luas, mengalir, dan terbuka—dan menyediakan kemungkinan ia menjadi bagian dari itu semua. 


Meskipun refleksi-refleksi ini terinspirasi dari foto-foto yang menyertai, semua teks itu tidak menggambarkan kehidupan atau kisah siapa pun yang tergambar di dalamnya.


 

Convention on the rights of the child
UNICEFIndonesia/2018/ShehzadNoorani

Pada tahun 1989, pemerintah di seluruh dunia menjanjikan hak yang sama untuk semua anak dengan mengadopsi Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC).

Konvensi menjamin apa yang harus dilakukan oleh negara-negara agar semua anak tumbuh sesehat mungkin, bisa belajar di sekolah, dilindungi, didengarkan pandangannya, dan diperlakukan secara adil.

Untuk Indonesia, sebagai bagian dari memperingati 30 tahun CRC yang jatuh pada bulan November 2019, UNICEF meminta penulis Indonesia Laksmi Pamuntjak untuk membantu kami mewujudkan beberapa artikel CRC ini.

Dengan inspirasi yang didapat dari foto dan gambar yang tersedia di database kami, serta kolaborasi dengan para spesialis program kami, Laksmi menulis 15 teks fiksi pada beberapa artikel yang paling relevan untuk konteks Indonesia.

Meskipun refleksi-refleksi ini terinspirasi dari foto-foto yang menyertai, semua teks itu tidak menggambarkan kehidupan atau kisah siapa pun yang tergambar di dalamnya.