Refleksi dari KHA Pasal 31
Semua anak mempunyai hak untuk beristirahat dan bermain, dan untuk turut serta dalam pelbagai macam kegiatan kultural dan artistik.
- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Makan, main, kasih. Tiga hal, kata orang arif, yang paling dibutuhkan seorang anak.
Konon, makanan adalah sumber segala, kita adalah apa yang kita makan. Otak kita membutuhkan makanan, sebab otak merupakan organ pertama dalam tubuh kita yang menyerap gizi dari makanan. Bagaimana otak kita terbentuk dalam seribu hari pertama kehidupan adalah fondasi masa depan kita: proses itu akan menentukan bagaimana kita berpikir, merasakan, merencanakan, mencerap dan mengingat. “Otak bekerja sebagaimana ia bermula.”
Kata orang arif, bermain juga laku yang teramat penting. Sebuah kajian baru menunjukkan bahwa anak-anak dengan kondisi stunting (masalah gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi) yang banyak diberi suplemen gizi serta diberi waktu bermain umumnya bisa mengejar ketertinggalan dari anak-anak non-stunting. Ketika anak-anak bermain, mereka tak hanya sekadar bermain. Selagi bermain, mereka belajar tentang tubuh mereka, tentang bagaimana berinteraksi dengan satu sama lain, tentang cara berkolaborasi, bernegosiasi, mengatasi konflik, dan mempertahankan pendapat mereka. Kemudian, setelah bermain datanglah rehat—bermain dan rehat adalah dua sisi uang yang sama. “Hari ini aku seorang anak, dan kerjaku adalah bermain.” Bermain adalah kebahagiaan; melalui itu seorang anak bisa menjadi dirinya sebebasnya.
Kata orang arif, kasih bukan segalanya; ia bukan rumah, mainan, makanan, minuman maupun obat-obatan. Namun kasih merupakan sesuatu yang tak ternilai, sebab tanpa kasih kita tak bisa mengasuh. Adalah kasih yang mendekatkan anak dengan pengasuh; adalah kasih yang memungkinkan makan, main dan rehat. Kasih, bagaimanapun juga, adalah mata air yang tak berdasar; sumber segala kebajikan.
Meskipun refleksi-refleksi ini terinspirasi dari foto-foto yang menyertai, semua teks itu tidak menggambarkan kehidupan atau kisah siapa pun yang tergambar di dalamnya.

Pada tahun 1989, pemerintah di seluruh dunia menjanjikan hak yang sama untuk semua anak dengan mengadopsi Konvensi PBB tentang Hak Anak (CRC).
Konvensi menjamin apa yang harus dilakukan oleh negara-negara agar semua anak tumbuh sesehat mungkin, bisa belajar di sekolah, dilindungi, didengarkan pandangannya, dan diperlakukan secara adil.
Untuk Indonesia, sebagai bagian dari memperingati 30 tahun CRC yang jatuh pada bulan November 2019, UNICEF meminta penulis Indonesia Laksmi Pamuntjak untuk membantu kami mewujudkan beberapa artikel CRC ini.
Dengan inspirasi yang didapat dari foto dan gambar yang tersedia di database kami, serta kolaborasi dengan para spesialis program kami, Laksmi menulis 15 teks fiksi pada beberapa artikel yang paling relevan untuk konteks Indonesia.
Meskipun refleksi-refleksi ini terinspirasi dari foto-foto yang menyertai, semua teks itu tidak menggambarkan kehidupan atau kisah siapa pun yang tergambar di dalamnya.