Dari Tantangan Menjadi Pembuat Perubahan: Katalis Muda untuk Kesehatan yang Lebih Baik
Remaja menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi ancaman kesehatan yang muncul di Aceh dan Bandung
- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Anton*, 17, (nama diubah), menjalani kehidupan yang tidak pernah ia bayangkan di sebuah Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di provinsi Aceh. Terpisah dari keluarganya berdampak buruk pada kesehatan mental Anton, membuatnya cemas dan rapuh secara emosional.
Dulunya seorang anak periang yang bisa melihat dunia di sekitarnya, Wildan, 11, perlahan-lahan kehilangan penglihatannya. Ia merasa terganggu dengan dampak polusi udara terhadap kesehariannya di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Aceh. Meski tak bisa melihat lingkungannya yang kerap berserakan sampah, namun tubuh Wildan bisa merasakan dampak nyata dari polusi.
Nur, 14, yang juga tinggal di Aceh, menjadi perokok pasif yang berasal dari asap rokok ayahnya yang dikonsumsi setiap hari di rumah keluarganya.
Skenario-skenario ini mencerminkan berbagai ancaman kesehatan yang mengkhawatirkan yang dihadapi remaja di seluruh Indonesia. Merokok, perubahan iklim, polusi udara, dan masalah kesehatan jiwa membayangi masa muda, membahayakan kesehatan fisik dan jiwa mereka.
Untuk membantu mengatasi tantangan-tantangan mendesak ini, UNICEF berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan dan mitra dalam Youth4Health IMPACT, yang diluncurkan pada tahun 2023. Program ini dirancang untuk membekali anak muda (usia 10-19 tahun) dan remaja (15-24 tahun) dengan keterampilan dan sumber daya untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah kesehatan yang muncul di komunitas mereka melalui solusi mereka sendiri. Kelompok usia yang lebih muda dilatih untuk merencanakan dan melaksanakan proyek, sementara kelompok usia yang lebih tua berperan sebagai fasilitator dan mentor.
Sepanjang tahun 2023-2024, berbagai kelompok remaja melaksanakan proyek Youth4Health IMPACT di enam kota/kabupaten di provinsi Aceh dan satu lokasi administratif di Kota Bandung – wilayah di mana remaja menghadapi kebutuhan mendesak yang diidentifikasi oleh Kementerian Kesehatan.
Anggota masyarakat dilibatkan dalam lingkungan yang berbeda, termasuk panti asuhan, sekolah formal – termasuk sekolah luar biasa (SLB) – pusat penahanan remaja dan dalam komunitas, termasuk “desa pemulung” yang terletak di dekat tempat pembuangan sampah.
Inisiatif ini menjangkau lebih dari 25.000 remaja yang dilatih secara langsung dan 141.000 remaja yang dilatih secara bergantian melalui kelompok sebaya.
Anton, Wildan dan Nur termasuk di antara 1.600 remaja yang mengikuti lokakarya untuk merencanakan proyek Youth4Health IMPACT di Aceh. Fasilitator dan mentor dari 30 kelompok pemuda, termasuk Forum Anak, memimpin pelatihan interaktif dan sesi berbagi pendapat, membimbing mereka dan peserta muda lainnya untuk memikirkan cara-cara inovatif untuk mengatasi masalah kesehatan dan menguraikannya dalam rencana aksi.
Dengan dukungan fasilitator remaja, Anton dan kelompoknya memutuskan untuk mengatasi tidak adanya ruang yang aman bagi dirinya dan sesama warga LPKA untuk berkumpul, bertukar pikiran dan perasaan tentang tantangan sehari-hari yang berdampak pada kesehatan jiwa mereka. Mereka membuat rencana untuk mengusulkan kehadiran Posyandu remaja kepada Kepala LPKA, dengan dukungan dari UNICEF, Dinas Kesehatan Kabupaten dan organisasi kepemudaan.
“Sebelum mengikuti Youth4Health, saya belum familiar dengan gagasan tentang Posyandu remaja atau kesehatan jiwa. Saya percaya dengan stigma bahwa orang dengan penyakit jiwa adalah orang yang 'jahat' atau mengalami gangguan jiwa. Setelah mengenyam pendidikan, saya jadi tahu pentingnya kesehatan jiwa dan saya berharap bisa mengedukasi teman-teman saya.” Anton menjelaskan.
Kelompok Wildan dari SLB-nya menyetujui langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi lingkungan dan menjaganya agar tetap bersih, termasuk memanfaatkan kembali sampah untuk membuat barang-barang yang bisa digunakan. Ia kini melihat keterbatasannya sebagai cara untuk berkontribusi kepada masyarakat. “Meski sudah tidak bisa melihat lagi, saya masih punya kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi teman-teman dan lingkungan sekitar,” kata Wildan.
Nur berencana membuat kelompok dukungan sebaya untuk anak-anak dan remaja lain di lingkungannya yang juga terpapar rokok. “Saya akan coba menularkan ilmu yang saya dan teman-teman dapatkan pada workshop Youth4Health kepada lebih banyak anak,” ujarnya.
Untuk memastikan pendekatan inklusif dalam penyelesaian masalah, Youth4Health memastikan bahwa anak-anak penyandang disabilitas dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Aril bekerja dengan remaja penyandang disabilitas sebagai fasilitator remaja dalam lokakarya perencanaan proyek. “Sebelumnya, kami tidak merangkul teman-teman penyandang disabilitas dengan baik, namun kini kami bisa berkomunikasi lebih baik dengan mereka. Setelah mengikuti kegiatan Youth4Health IMPACT ini, saya belajar bahasa isyarat. Saya juga tahu apa yang perlu saya lakukan untuk membuat mereka nyaman dengan saya dan saya memahami pendekatan berbeda yang diperlukan,” jelasnya.
Youth4Health IMPACT memberi remaja kesempatan untuk mempresentasikan rencana mereka kepada pembuat kebijakan kesehatan setempat dan mengadvokasi reformasi yang ramah remaja. Upaya pembentukan Posyandu remaja untuk anak-anak di LPKA Anton dan rencana Nur untuk meningkatkan akses informasi kesehatan yang dibutuhkan anak-anak dalam situasi kehidupan rentan di desanya adalah contoh dari pendekatan ini.
Berdasarkan model Youth4Health IMPACT, Kementerian Kesehatan berkeinginan untuk membentuk kader Kesehatan Remaja di seluruh Indonesia untuk mempromosikan pendidikan kesehatan, secara aktif melibatkan generasi muda dalam mengatasi masalah kesehatan mereka dan mengintegrasikan proposal yang dipimpin oleh remaja ke dalam kurikulum pendidikan lokal, program kesehatan berbasis sekolah dan upaya penjangkauan oleh penyedia layanan kesehatan primer.
Kini dibekali dengan ide dan proposal baru untuk mengatasi berbagai tantangan terkait kesehatan jiwa, perubahan iklim, dan penggunaan tembakau, Anton memiliki pesan yang jelas untuk remaja lainnya yang menghadapi tantangan tersebut. “Tetap kuat,” katanya. “Percayalah matahari akan datang, karena badai hanya bersifat sementara.”
* * *