Waspada, tetapi tidak takut: Santri belajar cara melindungi diri di ranah daring
Upaya UNICEF mendukung program Pencegahan Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak di Ranah Daring (P-OCSEA)

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Akhir pekan tiba. Seperti biasanya di penghujung pekan, suasana halaman Pesantren As-Asy’ariyah di Wonosobo, Jawa Tengah pun sepi. Di salah satu koridor bangunan pesantren terdengar sayup-sayup suara obrolan dan tawa yang berasal dari sebuah ruangan kelas. Sementara itu, di musholla dengan penerangan temaram, beberapa santri lelaki sedang beribadah.
Terdapat 220 murid di Sekolah menengah atas (SMA) yang bernaung di bawah pesantren. Lebih dari separuhnya adalah penghuni asrama pesantren, sebagai wadah yang banyak dipilih oleh anak dan orangtua yang menginginkan pendidikan berbasis agama untuk menguatkan keimanan sebagai umat Islam. Bagi para santri, terutama yang berasal dari luar kota bahkan luar pulau Jawa, pesantren adalah rumah kedua selama tahun ajaran berlangsung.
Kehidupan di pesantren diwarnai oleh peraturan yang ketat, termasuk larangan penggunaan ponsel. Para santri hanya diperbolehkan mengakses internet menggunakan fasilitas di laboratorium komputer pada waktu-waktu tertentu. Di tengah era digital dengan konektivitas yang kian luas, santri pun memiliki keingintahuan yang tinggi dan menggunakan internet kapan pun bisa.

“Walaupun tidak boleh pakai ponsel, kami masih bisa berkomunikasi dengan keluarga dengan meminjam ponsel guru. Kalau libur sekolah, saya bisa main ponsel di rumah,” ujar Maulana Arif, yang berusia 17 tahun. Terlahir di era digital, usianya delapan tahun ketika ia pertama kali menggunakan ponsel dan mengakses internet.
Santri lain, Chusvatun Hasanah, 18, memiliki beberapa akun media sosial, termasuk di Instagram. “Saya sukanya lihat-lihat posting teman, tapi saya sendiri tidak aktif,” katanya. Keputusan untuk tidak aktif ia ambil setelah beberapa kali mendapatkan pesan-pesan yang mengganggu dari orang tidak dikenal. “Ada yang minta nomor WhatsApp, ada yang bilang ingin berteman dan minta foto. Biasanya, saya diamkan saja, tapi kalau sudah makin mengganggu saya blokir,” jelasnya.

Pengalaman Chusvatun menggambarkan risiko dunia maya yang dihadapi oleh para remaja di Indonesia, negara dengan tingkat penetrasi internet tinggi. Setidaknya 92 persen dari anak berusia 12-17 tahun adalah pengguna internet. Penelitian UNICEF berjudul Disrupting Harm (2022) mengungkap bahwa pada 2021 separuh juta anak di Indonesia menyatakan pernah menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seksual.
Anak-anak menyatakan pernah mengalami pemerasan untuk memaksa keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual atau sextortion, penyebarluasan gambar-gambar seksual mereka tanpa izin, atau dipaksa melakukan aktivitas seksual dengan iming-iming uang atau hadiah.
“Kehidupan anak pada masa ini tidak bisa dipisahkan dari internet. Anak-anak belajar, bahkan membangun kehidupan sosialnya secara daring. Kita tidak bisa menghentikan mereka mengakses internet, tapi kita bisa membekali mereka dengan pengetahuan untuk melindungi diri sendiri dari bahaya,”

Pada tahun 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama dengan UNICEF meluncurkan program Pencegahan Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak di Ranah Daring (P-OCSEA). Kerja sama berdurasi tiga tahun ini bertujuan menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak di dunia maya. Kegiatan P-OCSEA meliputi edukasi dan pemberdayaan anak dan pengasuh mereka, riset untuk membangun kebijakan, advokasi dan pembinaan, dan penguatan kebijakan perlindungan, program, dan layanan untuk anak.
Sebagai bagian dari P-OCSEA, UNICEF menguji coba lokakarya di 10 pesantren di beberapa kota/kabupaten Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk membantu para santri melindungi diri dari kekerasan dan eksploitasi seksual di ranah daring. Materi lokakarya berfokus pada perlindungan data, etika di media sosial, dan berbagai jenis kekerasan di ranah daring. Para anggota Forum Anak di Jawa Tengah dan Jawa Timur bertindak sebagai fasilitator. Mereka adalah anak-anak muda berusia 17 hingga 21 tahun yang sudah dilatih menggunakan modul internet aman yang disusun oleh UNICEF dan mitra-mitranya. Pelajari cara menjaga keamanan diri sendiri dan orang lain dari eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara online melalui #JagaBareng di sini.

“Dengan anak muda sebagai fasilitator, peserta akan merasa seperti mengobrol dengan teman sendiri dan tanpa batasan psikologis yang biasanya dirasakan saat menghadapi orang dewasa atau orang yang jauh lebih tua. Anak muda adalah pembawa pesan terbaik untuk anak muda lainnya,” jelas Hening Budiyawati, Koordinator dari Yayasan Setara selaku mitra masyarakat sipil UNICEF untuk P-OCSEA.
Di pesantren Maulana dan Chusvatun, para santri dengan bersemangat menyimak materi lokakarya. “Saya sudah lama pakai internet dan ada hal-hal yang saya tidak tahu. Saya senang hari ini saya belajar caranya melindungi diri dari sisi gelap internet,” komentar Maulana.
Chusvatun, yang dipilih sebagai juru bicara mewakili tim kecilnya, menyatakan ia sudah sering menyemangati teman-temannya yang mengalami perundungan atau pelecehan di ranah daring. “Saya nasihati mereka supaya mau cerita dan sekarang saya tahu, nasihat itu benar. Kami tidak boleh diam saja.”
Bagi Chusvatun, pesan utama yang ia dapatkan dari lokakarya adalah agar lebih hati-hati dan waspada di dunia maya. “Saya sudah tidak takut lagi, sekarang saya tahu caranya melindungi diri.”

Ingin Membantu agar Lebih Banyak Anak yang Terlindungi dari Potensi Eksploitasi dan Pelecehan di Ranah Daring?
Berkat kontribusi dari para donatur yang dermawan serta dukungan mitra dan kolaborasi dengan pemangku kepentingan, UNICEF dapat bekerja sama dengan pemerintah dan institusi setempat untuk memfasilitasi pelatihan dan mengembangkan platform guna membekali kaum muda untuk melawan eksploitasi dan pelecehan anak di tengah era digital.
Namun, masih ada jutaan anak dan remaja lain di Indonesia yang perlu dijangkau. Untuk itu, kami membutuhkan dukungan Anda.
Jika Anda ingin terlibat dalam melindungi anak-anak kita melalui program seperti ini, Anda dapat berdonasi ke UNICEF. Kami akan sangat menghargainya.