Mendaki Puncak Dunia: Kisah Millah

Melalui kerja sama 1in11, madrasah di Jawa Tengah mewujudkan pendidikan inklusif bagi murid dengan disabilitas.

UNICEF
Millah dan ibunya, Wida, di rumah.
UNICEF/UNI358761/Ijazah
14 Agustus 2020

UNGARAN, Indonesia – Millah menggenggam pegangan kayu itu erat-erat dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang sedikit lebih rendah di penyangga tangga. Ketika dia berhasil meletakkan kedua kakinya di pijakan pertama, Millah membalikkan badan dan tersenyum.

Ibunya, Wida, balas tersenyum pada putri sulungnya, menutupi kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Ibu dua anak itu memandangi suaminya, Puji, yang duduk agak jauh, dan bisa melihat kebanggaan dan kecemasan yang sama tercermin di matanya. Mereka berdua terus mengawasi Millah sampai putri mereka yang berusia 12 tahun bisa melangkah ke atas.

Ketika Millah berusia 4 tahun, Wida dan Puji menyadari bahwa Millah bergerak lebih lambat dari kebanyakan anak seusianya. Mereka membawa Millah ke psikolog yang kemudian mendiagnosis Millah dengan angka kecerdasan intelektual atau IQ lebih rendah dari rata-rata.

Perlu lebih banyak waktu bagi Millah untuk menerima dan merasa nyaman dengan lingkungannya. Dia takut pada tangga dan butuh bantuan untuk naik dan turun. Perkembangan motorik halusnya lebih lambat dari teman seusianya. Baru-baru ini saja Millah dapat menggenggam pensilnya dengan kuat.

Puji dan Wida awalnya berpikir untuk mengirim Millah ke sekolah luar biasa. Namun, setelah memerhatikan karakter Millah, mereka berubah pikiran.

“Millah suka meniru orang-orang di sekitarnya," kata Puji. "Saya ingin dia belajar dari anak-anak lain seusianya, bukan hanya anak-anak yang memiliki kondisi yang sama seperti dia.”

Puji dan Wida memutuskan untuk mengirim Millah ke Madrasah Ibtidaiyah Keji (MI Keji) di Ungaran, Jawa Tengah. Pada tahun 2017, madrasah ini menjadi salah satu sekolah percontohan di Jawa Tengah yang memperjuangkan pendidikan inklusif di bawah kemitraan 1in11, kolaborasi antara Pemerintah Indonesia, UNICEF, dan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU) dengan dukungan dari Reach Out to Asia (ROTA) dan FC Barcelona Foundation.

“Kami sekarang menerima sekitar 25 anak-anak penyandang disabilitas,” kata Ika Setiyawati, salah satu guru di MI Keji yang juga merupakan manajer yang ditunjuk untuk pendidikan inklusif di madrasah.

Di MI Keji, 17 dari 18 guru telah dilatih dalam modul pengembangan madrasah inklusif LP Maarif NU, yang mencakup adaptasi FutbolNET[1], modul berbasis olahraga inklusif yang dikembangkan oleh FC Barcelona Foundation.

“[Program ini] telah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengikuti berbagai pelatihan dan lokakarya terkait dengan pendidikan inklusif,” jelas Ika. “Pelatihan ini membantu kami mempelajari keterampilan dasar, seperti melakukan penilaian [dari kebutuhan belajar siswa] serta keterampilan yang lebih tinggi, seperti cara mengembangkan program pembelajaran individu dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran [di kelas] untuk anak-anak dengan disabilitas.”

Millah dan anak-anak penyandang disabilitas lainnya di MI Keji telah aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan belajar di sekolah, termasuk pendidikan jasmani. Keterampilan Millah dalam membaca dan menulis telah jauh meningkat. Millah yang duduk di kelas 4 tahun ini sekarang tidak lagi ragu untuk mengungkapkan pendapatnya.

“Saya bisa melihat dengan jelas bahwa Millah menjadi lebih mampu berpikir kritis. Dia akan menyatakan pendapatnya tentang masalah apa pun. Saya tahu, karena saya harus menghadapinya setiap hari,” kata Wida sambil tertawa.

Kemajuan lain yang terlihat adalah kemampuan Millah untuk berinteraksi secara positif dengan teman-temannya. Dia bersama sepupunya bermain setiap sore, mengendarai sepeda atau bermain boneka. Millah bahkan ikut membantu keluarganya berjualan di toko mereka; berinteraksi dengan orang yang tidak ia kenal sebelumnya, menukarkan produk dengan uang dengan percaya diri.


[1] Modul FutbolNET dikembangkan oleh Futbol Club Barcelona Foundation dan menggunakan olahraga sebagai alat untuk mengajarkan nilai-nilai positif serta mempromosikan pengembangan sosial dan pendidikan. Pembelajaran ini mengeksplorasi lima nilai melalui olahraga: kerendahan hati, usaha, ambisi, rasa hormat, dan kerja tim. Untuk implementasinya di Indonesia, modul ini dirancang khusus untuk Pendidikan Inklusif. Untuk informasi lebih lanjut tentang FutbolNET, silakan lihat tautan berikut: https://foundation.fcbarcelona.com/programes/fair-football

Millah dan temannya berlomba bermain sepeda.
UNICEF/UNI358732/Ijazah
Millah dan temannya berlomba bermain sepeda.
Millah membantu orang tuanya di toko milik keluarga.
UNICEF/UNI358759/Ijazah
Millah membantu orang tuanya di toko milik keluarga.

Millah ingin menjadi dokter. Sebelumnya, Wida dan Puji tidak menganggap hal ini realistis. Akan tetapi, melihat putri mereka sekarang, di atas tangga sendirian tanpa perlu dibantu, Puji merasa memiliki harapan.

“Impian saya untuk Millah adalah agar dia tumbuh mandiri dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat,” katanya dengan penuh kasih sayang.

“Hal tersebut menjadi sasaran yang kami tuju melalui program Pendidikan Inklusif di MI Keji,” jawab Ika. Dia dan timnya berharap agar program ini berkelanjutan dan diperluas. “Guru dan komunitas sekolah kami siap untuk meningkatkan layanan kami untuk semua anak di sekolah.” Ika ingin melihat lebih banyak peningkatan dalam pengembangan kapasitas dan apresiasi para guru. “Dukung kami para guru sehingga kami dapat membantu anak-anak,” katanya.

Bahkan dengan adanya pandemi COVID-19 yang sedang marak, Millah, Wida, Puji, dan Ika memiliki harapan yang tak lekang dan upaya kolaboratif yang tak kenal lelah untuk memastikan pemenuhan hak anak-anak seperti Millah saat mereka mendaki puncak dunia.

Impian Millah untuk menjadi seorang dokter.
UNICEF/UNI358760/Ijazah
Impian Millah untuk menjadi seorang dokter.