Mewujudkan Kampung Bebas BAB Sembarangan
Gampong-gampong di Aceh Jaya menyambut Stop Buang Besar Sembarangan (SBS) melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) – Stunting.

- Tersedia dalam:
- English
- Bahasa Indonesia
Di tengah perkebunan kelapa sawit di gampong Keuda Panga, berdiri sebuah rumah sederhana terbuat dari semen dan dinding kayu tanpa cat. Tidak jauh dari itu, sebuah jamban nampak baru saja dibangun tepat di samping sumur, dan hanya ditutupi oleh terpal plastik biru yang ditopang oleh bambu dan batang pohon.
Ini adalah rumah kedua Zainal Abidin, yang ia bangun setelah rumah pertamanya hanyut karena tsunami Aceh 2004 lalu dan menewaskan istri serta anak-anaknya, bersama dengan 200.000 orang lebih di provinsi paling barat Indonesia itu.
Zainal sudah memiliki keluarga baru. Namun pada 2019, rasa takut akan kehilangan salah satu anaknya kembali menghantui kala putranya didiagnosa menderita thalassemia, sebuah kelainan darah bawaan yang disebabkan oleh kurangnya hemoglobin. Diagnosa itu rupanya tidak hanya menyita perhatian keluarga Zainal saja, tetapi juga petugas kesehatan dari Puskesmas Panga yang selama bertahun-tahun telah berusaha meyakinkan Zainal untuk membangun jamban dengan harapan dapat mencegah masalah kesehatan akibat buang air besar sembarangan.
Seperti banyak warga Aceh lainnya, Zainal dan keluarganya sering buang air besar sembarangan dengan menggali tanah di sekitar perkebunan dan kemudian menggunakan sekop untuk mengubur kotoran mereka. Hampir separuh rumah tangga pada 40 persen terendah di provinsi itu tidak memiliki akses terhadap sanitasi layak. Akibatnya, buang air besar sembarangan membuat masyarakat, terutama anak-anak, berada dalam bahaya penyakit fekal-oral mematikan seperti diare, yang masih menjadi salah satu penyebab utama kematian anak di Aceh. Ini juga menjadi penyebab stunting pada masa anak-anak.

Zulfikar, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Aceh Jaya, mengatakan menghentikan perilaku buang air besar sembarangan di gampong-gampong bukanlah tugas yang mudah mengingat itu sudah menjadi kebiasaan sejak dulu. Bahkan beberapa rumah tangga yang mampu membangun jamban sendiripun menolak gagasan satu rumah satu jamban.
Dalam upaya untuk membebaskan gampong dari buang air besar sembarangan dan mengurangi gizi buruk pada anak, UNICEF bekerjasama dengan mitra lokal dari 2019 hingga 2020 untuk melatih petugas kesehatan dan kader masyarakat di Aceh Jaya serta tiga kabupaten lainnya tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat-Stunting (STBM-Stunting). Selama kegiatan berlangsung, petugas kesehatan dan kader terlatih membantu penduduk gampong memahami dampak negatif buang air besar sembarangan terhadap kesehatan, bahkan sering kali mengaitkannya dengan ajaran Islam dan cara lain untuk “memicu” perubahan perilaku. Usai kegiatan ini, para pekerja dan kader kemudian akan mengunjungi rumah-rumah penduduk untuk melihat apakah mereka telah berhenti buang air besar di tempat terbuka atau sudah membangun jamban mereka sendiri.
Di antara para petugas kesehatan terlatih itu ada Sakdiah, sanitarian di Puskesmas Panga yang tanpa lelah mengunjungi rumah Zainal untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya buang air besar sembarangan, tidak perduli seberapa sering ditolak. Berkat upaya gigih dia dan rekan-rekannya, mereka dapat meyakinkannya untuk mengubah pikiran setelah memberi tahu dia tentang risiko kesehatan bagi putranya setelah didiagnosa mengidap thalassemia. Dia melanjutkan pekerjaan ini di gampong lain, di mana beberapa keluarga masih menolak untuk mengubah perilaku mereka.
“Keluarga Zainal adalah yang terakhir buang air besar sembarangan di Keuda Panga. Sejak saat itu gampong tersebut dinyatakan sebagai Gampong Bebas BAB Sembarang (Open Defecation Free),” ujar Sakdiah merujuk pada serangkaian langkah yang dilakukan pihak berwenang untuk menyatakan desa bebas dari buang air besar sembarangan.

Partisipasi aktif masyarakat, jelasnya, sangat membantu dalam mengubah perilaku masyarakat, terutama ketika masalah keuangan menjadi kendala utama. Beberapa gampong di Aceh Jaya memprakarsai program Saweran Jamban (Urun Dana Jamban) dimana masyarakat menyumbangkan bahan-bahan yang bisa digunakan untuk membangun jamban. Lembaga zakat seperti Baitul Mal Aceh juga telah memberikan bantuan pembangunan puluhan jamban kepada masyarakat miskin serta alokasi dana desa untuk membangun jamban bagi warga.
Bagi Zainal, jamban barunya telah memberi rasa bangga dan harapan yang lebih besar untuk masa depan putranya. “Sekarang yang penting kita punya jamban. Saya merasa tidak enak sebelumnya ketika tamu kami harus minta ijin buang air besar,” kata Zainal. “Dan kesehatan putra saya juga semakin membaik.”
